Pemkab Katingan Diminta jangan Tutup Mata soal Kebutuhan Pupuk Subsidi

KASONGAN – Kelangkaan dan distribusi pupuk bersubsidi kembali menjadi sorotan. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Katingan menegaskan bahwa persoalan ini kini menjadi perhatian serius, terutama bagi petani di wilayah pelosok seperti Kecamatan Katingan Kuala dan Mendawai.
Anggota DPRD Katingan, Yudea Pratidina, mengungkapkan keprihatinannya atas kondisi para petani yang kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi. Ia menekankan pentingnya kerja sama erat antara petani dan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) untuk memastikan distribusi pupuk tepat sasaran dan tidak terhambat birokrasi.
“Mereka harus ditangani dengan ekstra oleh pabrik. Itulah sebabnya ada tambahan subsidi di sana,” ungkap Yudea kepada awak media, Jumat, 9 Mei 2025.
Ia juga menekankan bahwa untuk distribusi pupuk bersubsidi di wilayah selatan Kabupaten Katingan, telah ada penambahan harga, karena biaya transportasi juga meningkat.
“Transportasi dari melewati KotawaringinTimur ke kios penjualan pupuk bersubsidi yang terletak di Pegatan, Kecamatan Katingan Kuala. Kemudian, dari Pegatan didistribusikan kembali kepada petani yang berada di desa/kecamatan di seluruh Kecamatan Katingan Kuala dan Mendawai,” ujarnya.
Ia mengatkan bahwa pemilik kios yang menjual pupuk bersubsidi harus menjual pupuk mereka kepada petani padi yang benar-benar murni.
“Oleh karena itu, sejak awal, pupuk bersubsidi ini ditujukan, kuota hanya untuk petani padi,” benernya.
Menurutnya, untuk membantu petani di Kabupaten Katingan, selain meningkatkan hasil pertanian mereka, juga berdampak pada peningkatan kesejahteraan petani. Hasil pertanian dari tahun 2024 hingga 2025 telah meningkat.
“Tidak hanya meningkat, tetapi harga gabah yang ditetapkan oleh PT Bulog Palangka Raya juga telah naik,” imbuhnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa hal ini telah dibuktikan dengan kehadiran sejumlah petugas PT Bulog di lokasi pertanian dan bertemu langsung dengan para petani. Salah satunya adalah di lokasi pertanian di wilayah selatan. Mereka segera membeli gabah dengan harga sekitar Rp 6.500/kilogram.
Menurutnya, harga Rp 6.500/kilogram yang dibeli oleh PT Bulog juga digunakan sebagai Harga Eceran Tertinggi (HEP) oleh siapa pun yang membelinya. Ini berarti bahwa jika para pengepul ingin membeli gabah dari petani di daerah kita, mereka harus menjualnya dengan harga minimum Rp 6.500/kilogram.
“Namun, jika tidak terjual pada harga tersebut, PT Bulog siap membelinya, berapa pun stok yang dimiliki petani, akan dibeli dengan harga Rp 6.500/Kilogram,” tutupnya.